Khotbah 1 Korintus 3 : 1 - 9 Epistel Minggu Sexagesima

BAHAN SERMON PARHALADO HKBP RESSORT TANJUNG UBAN

Epistel tu Minggu Sexagesima

1 Korintus 3 : 1 - 9

Pendahuluan

Minggu ini kita masih memperoleh pengajaran tentang jemaat di korintus dengan berbagai permasalahan yang mereka hadapi yang bersumber dari ketidakdewasaan mereka sebagai pribadi orang percaya maupun sebagai jemaat Tubuh Kristus.

Mereka mengutamakan pendirian masing-masing kelompok sehingga tercipta suatu perselisihan dan bahkan perpecahan.

Perpecahan ini jelas sangat mempengaruhi pertumbuhan jemaat/gereja, karena sinergi telah hilang, padahal amanat agung Tuhan Yesus sangat jelas dinyatakan bahwa kabar baik itu harus disampaikan kepada segala bangsa dan untuk itu gereja harus bersatu dan bertumbuh.

Melalui bacaan kita minggu ini, kita diberi Tuhan pengajaran sebagai berikut.

Pertama: Jemaat pemula yang masih bertumbuh (ayat 1-2)

Seorang pribadi memiliki tubuh. Di lain pihak sebuah jemaat sebagai kumpulan pribadi-pribadi juga adalah sebuah tubuh (baik sebagai Tubuh Kristus atau organisasi).

Pertumbuhan jemaat sama seperti pertumbuhan tubun fisik yang melalui tahapan bayi, anak-anak, remaja, pemuda dan dewasa. Periumbuhan tubuh itu hanya dimungkinkan apabila menerima asupan makanan yang cukup dan bergizi.

Latihan fisik akan membuat tubuh semakin sehat (band. 1Tim 4:8) sebab terbiasa dengan daya tahan. Bagi mereka yang masih bayi dan anak-anak, maka makanan yang baik bagi pertumbuhan tubuhnya adalah susu, dan makanan yang lunak, tidak mungkin diberi makanan yang keras yang dapat merusak pencernaan tubuh mereka.

Namun perlu juga kita lihat pada ayat lain pemakaian kata susu (murni) bahwa sikap seorang bayi yang rindu akan susu yang murni juga mencerminkan kehausan akan kebenaran (1Pet 2:2).

Demikian juga perkembangan jiwa dan rohani
memerlukan tahapan yang sesuai dengan perkembangan tubuhnya, agar setiap tahapan perkembangan jiwanya tidak terjadi ketimpangan (mismatch).

Ujian dan pergumulan dalam perjalanan hidup adalah tempaan yang membuat jiwa dan rohani semakin dewasa sepanjang didukung oleh kesadaran dan penerimaan akan hikmat Allah.

Ketertutupan dan penolakan bahwa ujian melalui penderitaan dan pergumulan merupakan jalan untuk membuat kedewasaan rohani, merupakan sikap arogansi dan keras kepala.

Sebuah jemaat yang belum dewasa secara rohani umumnya masih berpikir duniawi yang dikendalikan oleh keinginan-keinginan sendiri, yang hidup di dalam keinginan daging dan hawa nafsu dosa
(Rm 7:5), sementara jemaat yang matang rohani adalah mereka yang selrama dengan kehendak Allah.

Paulus sebagai orang yang mengawali penginjilan di Korintus awalnya menyadari bahwa jemaat Korintus adalah jemaat muda dan masih bersikap manusia duniawi.

Namun setelah beberapa waktu berlalu yang seharusnya bertambah dewasa, tapi mendengar laporan perkembangan jemaat disana, Paulus melontarkan kekecewaannya dan menyebutnya sebagai jemaat yang belum dewasa rohani dan belum sehat, dan mengatakan mereka belum siap untuk menerima makanan keras.

Ini adalah ungkapan yang cukup pedas untuk mendidik. Paulus memberi contoh, seperti mereka suka bertengkar bagaikan anak-anak serta lebih
senang terkelompok dan terpecah; seperti anak-anak yang senang berpikiran sederhana dan memperebutkan scsuatu yang tidak jelas, dikendalikan oleh emosinya.

Alkitab berkata, "Sebab barangsiapa masih memerlukan susu ia tidak memahami ajaran tentang kebenaran, sebab ia adalah anak kecil (lbr 5:13)."

Kini pertanyaannya, seberapa besar emosi kita mengendalikan hidup kita? Apakah kita mau menjadi anak-anak secara rohani? Hidup yang dikendalikan oleh keinginan emosi, akan memperlambat pertumbuhan rohani.

Kedua: Iri hati dan perselisihan (ayat 3-5)

Berdasarkan Alkitab, ada berbagai tipe manusia dalam hubungannya dengan persekutuan bersama Yesus dan Roh Kudus.

Tipe pertama adalah mereka yang belum bertobat, tidak mengakui Yesus adalah Anak Allah dan menolak la sebagai Juruselamat hidupnya (1Kor 2:14).

Mereka bahkan ada yang menolak keberadaan Allah dengan segala kuasa-Nya mencampuri kehidupan manusia, yang bagi mereka setiap pencapaian dirinya adalah hasil usaha sendiri semata.

Mereka berpikir Allah berada di luar sistim kendali hidupnya. Ada juga di antara mereka ini yang berusaha mencari hikmat Allah dengan caranya sendiri, cara-cara duniawi yang tidak berkenan kepada Tuhan.

Tipe manusia kedua adalah mereka yang percaya pada Yesus akan tetapi belum sepenuhnya menyerahkan hidupnya bagi Dia.

Mereka masih sering dikuasai oleh nafsu dunia dan kedagingan. Mereka ini yang bisa dianggap anak-anak dalam Kristus. Mereka percaya Yesus akan tetapi tabiat kedagingannya masih dominan (Rm 7:19; 24-25).

Jemaat Korintus bisa dikatagorikan dalam tipe kedua ini.

Tipe ketiga adalah mereka yang rohaninya sudah dewasa dan hidupnya berjalan bersama Roh Allah. Allah menginginkan kita hidup seperti ini untuk dapat menjadi milik-Nya.

Bagi mereka yang tpe pertama, adalah tugas kita untuk membawa mereka pada Kristus, terlebih mereka yang terus hidup di dalam kegelapan dan kejahatan.

Bagi mereka yang tipe kedua, ini tugas yana lebih sulit, sebab mereka percaya Yesus akan tetapi hidupnya masin jauh dari kebenaran.

Sikap hidup inilah yang masih terlihat menonjol pada jemaat Korintus, seperti menyenangi keunggulan akal pikiran (1Kor 1:18-25), kesombongan (1Kor 3:21; 4:7), percabulan (1Kor 5:1), dan lainnya yang dalam nats minggu ini ditekankan soal iri hati dan perselisihan (ayat 3).

Terlebih-lebih apabila sikap hidup yang mengutamakan kedagirngan ltu dibiarkan dipelihara tanpa ada keinginan untuk berubah.

Bagi manusia tipe pertama dan kedua, ini dibedakan lagi menurut sikap penerimaan untuk berubah, yang sumbernya adalah tingkat kecongkakan dan mendewakan diri sendiri.

Hal itu terjadi bukan karena mereka kurang pintar
dalam pikiran melainkan karena sifat kedagingan yang masih berkuasa membuat mereka bodoh (Yak 1:25, 1Pet 2:1-2: 2 Pet 3:18).

Mereka inilah yang dikatakan belum sanggup mencema pengajaran yang diberikan oleh Paulus. Iri hati dapat muncul dari sikap tidak menerima diri sendiri dan berserah, tidak merasa puas dan bersyukur, dan melihat berkat dan karunia pada
orang lain lebih hebat sehingga selalu merasa ada persaingan.

Ada perasaan kuat ingin atau lebih dari orang lain dengan alasan yang tidak jelas. Perasaan iri dan cemburu yang tidak tekendali ini kadang akan memicu niat dan perbuatan untuk merusak, khususnya terhadap pihak yang dicemburui.

Kalau upaya ini berhasil, misalnya, maka terbitlah sikap kesombongan, kepuasan diri yang palsu; dan kalau tidak berhasil, maka yang muncul sebaliknya yakni kemunafikan, seolah-olah meninggikan diri meski tidak sesuai keadaan; ujung-ujungya yang terjadi adalah perasaan kebencian atau dendam.

Oleh karena itu, nats minggu ini mengingatkan kita bahwa iri hati itu membawa kepada perselisihan dan perpecahan.

Apakah kita suka akan hal itu? Apa gunanya?

Kita ingat apa yang terjadi akibat sikap iri hati dan kecemburuan Kain terhadap Habel, atau Esau terhadap Yakub.

Semua itu menjadi pemicu dan kanker dalam perpecahan tudun jemaat yang jelas tidak berkenan bagi Tuhan.

Ketiga: Allah yang memberi pertumbuhan (ayat 6-8)

Pertumbuhan mengandungga dimeni, yakni pertumbulhan kualitas, pertumbuhan kuantitas dan pertumbuhan kelembagaan.

Pertumbunan kualtas jemaat menyangkut kerohanian masing-masing anggota jemaat dan juga jemaat sebagai persekutuan orang percaya. Kualitas ini dapat diukur yakni pengetahuan Alkitab yang baik - bertambah dan diterapkan dalam kehidupan pribadi, rajin berdoa dan ibadah pribadi, intensitas kebaktian dan persekutuan, kesaksian,
persembahan dan memberi, semangat misi, dan pelayanan lainnya.

Pertumbuhan kedua yakni kuantitas jemaat berdimensi empat yakni menyangkut pertumbuhan internal berupa penambahan anggota gereja, pertumbuhan ekspansi dalam pengertian ke luar wilayah, pertumbuhan ekstensi (cabang), dan pertumbuhan penjembatanan (lintas budaya).

Pertumbuhan ketiga yakni kelembagaan merupakan bangunan organisasi. Pertumbuhan kelembagaan ini memiliki empat pilar sebagaimana dikatakan oleh tokoh pemikir pertumbuhan gereja George W. Peters, yakni:

Pilar 1 - Gereja itu sehat sebagai komunitas yang berkualitas (Kis. 1:1-5: 42);

Pilar 2- Gereja itu memiliki bentuk/struktur yang melayani (Kis. 6: 1-7),

Pilar 3 Gereja itu emiki fungsi evangelisasi di komunitas lokal, inward maupun outward ( Kis. 8: 1-12. 25), dan terakhir

Pilar 4
Gereja itu memiliki fokus dalam pelayanan dan evangelisasi global yang agresif (Kis. 13: 1- 28. 31). 

Dasar kita menempatkan dan memiliki prinsip pertumbuhan penting adalah: membiarkan gereja tidak bertumbuh, berarti mengatakan kepada banyak orang "biarkan mereka pergi ke neraka."

Alkitab menyatakan semua pertumbuhan itu perlu, baik yang menyangkut kualitas, kuantitas, dan kelembagaan tadi. Untuk terjadinya pertumbuhan, setiap rasul termasuk Paulus ibarat menanam benih Injil Allah dalam hati setiap pembaca atau pendengar. Mereka memberitakan sekaligus mengabarkan jalan keselamatan.

Dalam nats minggu ini, Apollos, misalnya, disebut berperan menyirami benih itu agar setiap jemaat bertumbuh dengan baik alam imannya. Dalam perumpamaan lain, Paulus disebutkan ibarat membangun pondasi (bangunan) jemaat
Korintus dan Apollos membangun di atas pondasi itu.

Akan tetapi baik Paulus, Apolos, maupun para rasul dan nabi, termasuk perinjll dan hamba Tuhan saat ini seperti pendeta, majells, pastur, gembala dan pengerja gereja lainnya, hanyalah hamba-hamba Tuhan yang melayani Allah, bukan melayani ambisi pribadi dan keinginan hati masing-masing kelompok.

Semuanya bekerja untuk Allah dan akan memperoleh upah sesuai dengan apa yang dikerjakan dan buahnya Akan tetapi ironisnya, banyak anggota jemaat Korintus dan jemaat masa kini masih senang membuat kelompok-kelompok di
antara mereka, membuat kelompok denominasi baru, lebih mengikuti pengajar-pengajar mereka (band. 1Kor 1:11-13).

Kita memang harus menghormat para pengajar, akan tetapi kita juga jangan mau terjebak terikut membuat atau membangun tembok-tembok pemisah di antara kita sendiri, yang mengakibatkan pelemahan dalam daya pekabaran injil dan kesaksian.

Dengan mengikut para pengajar dan membentuk denominasi baru, kita seolah-olah menempatkan pengajar seperti Tuhan yang baru bagi kita.

Kita harus menyadari, bagaimanapun, Allah-lah yang membentuk pengajar dan membuat pertumbuhan bagi iman kita. Yang penting, bukanlah yang menanam atau yang menyiram, melainkan Allah yang pemberi pertumbuhan.

Oleh karena itu, tebarkanlah damai sejahtera dan bukan malah pertentangan dan perpecahan.

Keempat: Kita adalah kawan sekerja Allah (ayat 9)

Tanaman yang baik umumnya dikembangkan dari adanya bibit, media, dan pupuk yang baik. Bibit yang baik harus ditanam di media yang baik.

Bila medianya tidak baik, bibit yang baik itu akan mati. Tidak cukup hanya bibit dan media yang baik,
para pemilik tanaman juga harus memberikan pupuk yang baik untuk mendapatkan hasil panen.

Yesus menaburkan ke dalam hati setiap pendengar-Nya bibit yang baik yakni Firman Allah. Sebagaimana seorang petani yang mengharapkan
panen yang bagus, Yesus pun berharap demikian.

Namun, kita tahu Tuhan Yesus hanya memberi bibit yang baik, sementara penyediaan media dan pupuk dipercayakan sepenuhnya kepada para pendengar-Nya dan hamba-hamba Tuhan.

Hati kita adalah medianya. Firman Allah yang ditaburkan dalam hati yang baik setiap pendengar-Nya, akan menjadi media yang subur.

Sebaliknya hati yang busuk dan tidak peduli tehadap pentingnya Firman Allah, akan menjadi media yang membuat benih itu mati dan tidak berbuah.

Gereja bertumbuh oleh kuasa Allah melalui usaha manusia yang terampil. Terampil dalam menyiram dan terampil dalam memupuk.

Dalam nats ini disebutkan kita semua menjadi penyiram dan pemupuk yang menjadi kawan sekerja Allah (1 Kor. 3: 6, 9).

Dalam surat-surat lain ada beberapa istlah yang senada dalam kaitannya dengan pertumbuhan ini, yakni: menanam dan mengelola kebun Tuhan (1 Kor. 3: 5-9): membangun bangunan Tuhan(1 Ko. 3: 10-13), memanen ladang Tuhan (Mat. 9: 37-38); mengembangkan tubuh Kristus (Rm. 12: 4-8, Ef. 4: 16).

Semua ini dalam memperluas kerajaan Tuhan sebagaimana Rick Warren menekankan pertumbuhan gereja yang berkualitas, yakni: semakin akrab melalui persekutuan, semakin sungguh-sungguh melalui pemuridan, semakin kuat melalui ibadah, semakin besar melalui pelayanan; dan semakin luas melalui penginijilan.

Benih telah ditabur dan media dipelihara dengan Siraman, maka pupuk juga diberikan agar benih itu tumbuh berbuah. Maka kita lihat pekerjaan dalam perluasan kerajaan Allah melibatkan banyak orang dengan berbagai talenta dan karunia.

Tidak ada superstar dalam tugas pelayanan, semua adalah anggota yang mempergunakan seluruh kemampuannya untuk kemuliaan pemberi benih, yakni Tuhan Yesus.

Kita dapat menjadi anggota tim yang baik dan bermanfaat hanya dengan mengesampingkan keinginan hati dan Keinginan duniawi dan menerima kehormatan yang diberikan kepada kita melalui tugas itu.

Jangan mencari Kebanggaan diri atau kehormatan yang dicari oleh manusia dunia, semuanya itu tidak berharga, tetapi carilah hal yang menyenangkan hati Tuhan.

Inilah yang seharusnya yang menjadi tujuan hidup kita dengan membiarkan Allah bekerja sesuai dengan keinginan-Nya di dalam diri kita. Jangan kita berkata takut akan Allah, akan tetapi dalam pemahaman itu kehidupan pribadi kita juga terlepas dari pimpinan dan campur tangan Allah.

Penutup

Kita semua adalah hamba-hamba-Nya, yang karena kasih karuni-Nya kita diselamatkan sehingga kita adalah milikNya.

Banyak anggota jemaat dan bahkan jemaat lama sekalipun masih belum memiliki kedewasaan rohani. Masih sering timbul kuasa kedagingan yang tidak berkenan bagi Tuhan, termasuk iri hati yang menimbulkan perselisihan dan perpecahan
sebagaimana jemaat di Korintus.

Dengan kondisi seperti itu, maka pertumbuhan gereja sebagaimana diharapkan oleh Tuhan menjadi terhambat. Nats minggu ini mengingatkan bahwa kita kawan sekerja Allah yang perlu bekerja sama dalam pelayana dan bukan malah bersaing mendapatkan kehormatan duniawi.

Kita menyadari tugas kita adalah menyiram dan memupuk dan pertumbuhan jemaat hanyalah oleh Allah sendiri.

Kita hanya bersyukur telah dipanggil menjadi bagian dari tugas itu untuk membangun tubuh Kristus yang lebih kuat dan besar.

Itu hanya bisa terjadi kalau kita taat, rendah hati dan saling mendukung dan mengutamakan kemuliaan Allah. Amin

Post a Comment for "Khotbah 1 Korintus 3 : 1 - 9 Epistel Minggu Sexagesima"